Orang Islam Wajib Kaya

Kenapa orang Islam harus kaya? Sebab kaya berarti memiliki banyak uang. Di zaman edan ini, dengan uang semua bisa dibeli, rumah mobil, perhiasan, kekuasaan, harga diri dan bahkan iman. Muslim yang kaya akan memberi banyak manfaat bagi dirinya dan umat.

Tidak sedikit yang mencibir, manakala melihat seorang muslim yang taat agamanya atau seorang kiai, yang masih mengejar bisnis. Seakan seorang kiai atau orang saleh hanya identik dengan salat dan zikir, bergaya hidup zuhud dan jauh dari kekayaan yang bersifat duniawi. Padahal orang saleh yang memiliki harta jauh akan membawa manfaat bagi umat. Seperti sabda nabi Muhammad saw “Sungguh terpuji harta yang suci itu bagi orang-orang saleh.”


Selain itu, beliau juga mengatakan, “Sesungguhnya kefakiran (kemiskinan) itu bisa menjerumuskan kejurang kekafiran.” Maka tidaklah mengherankan bila kemudian banyak cerita seputar orang Islam yang murtad hanya demi satu kardus mie instan, roti dan biaya pendidikan. Keimanan mereka telah tergadaikan oleh kemiskinan. Na’uudzubillaah!

Untuk apa kekayaan bagi orang Islam? Tentu saja untuk beribadah kepada Allah, untuk berdakwah, membantu yang miskin, untuk umat. Seluruh harta kekayaan tersebut digunakan untuk menyembah Allah dengan lebih bersungguh-sungguh. Secara total. Sebab Allah berfirman, “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.”

Bagaimana seseorang dapat salat dengan tenang sementara perutnya kelaparan? Bagaiman dapat berzikir dengan tenang di tengah tangis anak yang meminta susu dan makanan? Bagaimana mau bersedekah, zakat ataupun haji bila tidak memiliki uang? Bagaimana kita dapat menjaga harga diri sebagai muslim bila untuk membangun pesantren dan masjid harus meminta-minta di jalanan? Bagaimana kita menjaga kehormatan agama bila ayat-ayat Allah “dijual” dengan recehan di pemakaman dan bus kota?

Menjadi miskin adalah bahaya. Sebab miskin, ada suami yang rela menjual istrinya. Karena miskin ada ibu yang stres sehingga tega membakar anak-anaknya. Kemiskinan pula yang membuat seseorang terpaksa mencopet, mencuri dan mengemis. Kemiskinan pula yang membuat goyah iman seseorang sebab diiming-imingi hidup nyaman.

Kemuliaan di Tangan Saleh
Sebuah hadis yang diriwayatkan Al-Hakim dan dinilai sahih oleh Imam Ahmad dan Adh-Dhahabi mengisahkan. Suatu ketika Nabi Muhammad SAW. memanggil ‘Amar bin Ash. Nabi bermaksud menyuruh ‘Amar memakai baju besi dan membawa senjata. “Aku mengutusmu pergi berekspedisi dimana kau akan mendapat banyak harta rampasan perang dan kau akan kembali dengan selamat, kuharap kau kembali membawa banyak harta.”
‘Amar menjawab, ‘Wahai Rasulullah, aku memeluk Islam bukan untuk memperkaya diri! Melainkan karena semangat mulia Islam.”
“Oh ‘Amar, sungguh terpuji, harta yang suci itu bagi orang-orang yang saleh!” jawab Nabi.
Hadis lain yang diriwayatkan Ibnu Majjah, Rasulullah bersabda, “Tidak ada mudarat (kerusakan, bahaya) dalam harta bagi mereka yang takwa, tetapi kesehatan itu lebih baik daripada menjadi kaya bagi mereka yang bertakwa.”

Anjuran untuk berharta atau menjadi kaya, bukan berarti Rasulullah mengajarkan hidup materialistis. Rasulullah dan Khadijah adalah keluarga kaya, tetapi kekayaan tersebut digunakan untuk perjuangan Islam. Kekayaan dapat menjaga harga diri dan martabat. Dengan kekayaan maka dapat beribadah dengan tenang.
Kaya di tangan orang yang tidak beriman hanya akan menghasilkan kesengsaraan bagi sekitarnya. Orang yang tidak beriman akan bersikap bakhil. Mereka akan memanfaatkan harta untuk kesombongan diri. Merasa lebih hebat, lebih kuasa dan bisa membeli apa saja.

Semetara kaya di tangan orang saleh adalah kemaslahatan untuk semua. Mereka akan menggunakan kekayaan tersebut untuk sarana ibadah, ladang menabur amal. Harta tersebut menjadi amanah bagi mereka sehingga hanya digunakan untuk kebaikan semata.

Menjemput Rezeki, Menjadi Kaya
Ada petuah yang mengatakan, “Umur (kematian), jodoh dan rezeki adalah hak prerogratif Tuhan.” Petuah itu memang benar, umur tidak ada yang tahu sampai berapa lama hidupnya. Kapan datangnya ajal, adalah misteri yang tidak terpecahkan oleh kemampuan manusia. Bahkan untuk menunda sedetik pun tidak akan bisa. Sementara jodoh juga misteri ilahi. Meski sudah berikhtiar dengan segala cara bila belum berjodoh, tetap menjomblo juga.

Sementara rezeki, memang telah dicatat rezekinya oleh Allah di Lauhil mahfuuzh. Yakni sebuah kitab lembaran nyata milik Allah tentang segala peristiwa yang akan terjadi mulai dari penciptaan hingga hari kiamat. Maka sejak dalam kandungan telah tercatat rezeki seseorang. Dan Allah sendiri pun telah menjanjikan rezeki untuk setiap makhluk ciptaan-Nya, “Dan tidak ada satu binatang melata (makhluk Allah yang bernyawa) pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya. Dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semua tertulis dalam kitab yang nyata (Lauhil mahfuuzh). (OS. Huud [11]: 6)

Berarti rezeki kita masing-masing sudah disediakan oleh Allah. Tinggal menjemput rezeki tersebut. KH. Abdullah Gymnastiar yang akrab disapa Aa Gym mengatakan bahwa rezeki itu dijemput, bukan dicari. Mengapa? Bila rezeki dicari, itu belum pasti adanya. Sementara menjemput rezeki, karena memang sudah pasti ada.

Sekarang tugas umat Islam adalah menjemput rezeki tersebut dengan segenap ikhtiar dan tawakal. Kalau mau berusaha dengan cara yang halal, niscaya Allah pasti memberi. Salah satu cara untuk menjadi kaya, seorang muslim seharusnya mempunyai pendidikan yang baik, sehingga mendapat pekerjaan yang baik pula sehingga mendapatkan penghasilan yang baik. Pendidikan dan pekerjaan serta penghasilan adalah tiga poin yang saling berhubungan. Jangan berharap kerja di tempat yang bagus bila pendidikan tidak menunjang, otomatis penghasilan pun demikian.

Salah satu materi yang cukup berkesan saat mengikuti salat idul Adha kemarin, adalah saat si penceramah mengatakan: “Bila mau dicermati, sesungguhnya hakikat kurban secara tidak langsung menyuruh orang Islam untuk kaya. Sebab bila ia kaya maka ia mampu berhaji dan berkurban.”

Seorang muslim yang berpenghasilan di bawah satu juta akan kesulitan menyisihkan uang untuk berkurban, sebab keluarganya saja hidup berkekurangan. Untuk berkurban membeli kambing ia harus mengeluarkan uang 600-700 ribu rupiah, sementara harga sapi dapat mencapai 5 juta rupiah, Dengan perintah kurban, zakat, haji, wakaf dan lain-lain berarti Allah mendorong manusia untuk menjadi orang kaya. Dengan kekayaan ia dapat bersaham secara keagamaan dalam menopang kesejahteraan orang lain.

Kaya dengan Harta yang Halal
Terkadang untuk memperoleh uang dan harta, orang menggunakan segala cara. Tidak merasa bersalah bahwa uang yang ia bawa pulang untuk makan istri dan anak-anaknya, adalah dari hasil korupsi. Kemudian dengan entengnya menganggap sedekah dan haji untuk menyucikannya.

Dalam skala kecil namun tidak mengurangi nilai nonhalalnya adalah apa yang dilakukan oleh para pedagang di pasar tradisional. Untuk mengejar harga murah mereka mengurangi timbangan. Untuk menarik pembeli, mulut mereka enteng berujar “Ini sudah harga murah, saya tidak mengambil untung sama sekali!” Lha, kalau tidak ada untung apa mereka sedang kerja bakti?  Dan masih banyak kecurangan yang karena kecil dianggap sepele dengan sadar dilakukan.

Menjemput rezeki dengan cara haram, sesungguhnya hanya akan berbuah kemiskinan. Baik di dunia maupun akhirat. Orang-orang kaya yang hartanya tidak berkah, akan selalu merasa kekurangan. la tidak akan pernah puas dan tidak bisa hidup tenang.

Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, Rasulullah bersabda, “Duhai umatku! Allah itu Maha Suci (al-Tayyib) dan Dia tidak menerima kecuali hanya yang suci! Allah telah menyuruh orang-orang yang beriman agar mengerjakan apa-apa yang diperintahkan-Nya kepada Rasul-Nya. Dia berfirman, ‘?Wahai para Rasul, makanlah dari makanan yang suci dan berbuat baiklah!” Dia juga berfirman, ‘Wahai orang-orang yang beriman! Makanlah dari makanan yang halal lagi suci yang telah kami berikan kepadamu’.”
Mari kita audit kembali harta dan sumber penghasilan selama ini. Jangan-jangan ada yang berasal dari sumber yang tidak halal. Karena dari yang halal sajalah ridha Allah akan turun, doa bisa makbul dan rezeki akan semakin berlimpah.
Sumber : Majalah Paras No. 29 (februari 2006)
From Here

Comments

  1. biar sedikit yg penting hasil tangan sendiri dan halal

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya setuju, bukan jumlahnya. karena dalam salah satu hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah Radhi Allahu Anhu:

      “Ketahuilah! Uang satu dirham mengungguli seratus dirham!” ucap Rasulullah.

      Para shahabat bertanya, “Bagaimana mungkin uang satu dirham bisa mengungguli uang seratus dirham?”

      Beliau bersabda, “Seseorang yang mempunyai uang dua dirham, ia mengambil satu dirham dari hartanya tersebut lalu bersedekah, dengan satu dirham tersebut dia mengungguli orang lain yang memiliki uang yang banyak sekali dan ia mengambil seratus dirham lalu bersedekah dari hartanya itu.”

      Sungguh berdasarkan pengalaman pribadi bahwa ada keindahan dalam kondisi yang banyak disebut sebagai "miskin". Bahkan Rasulullah sendiri pernah bedoa : “Ya Allah, hidupkanlah aku dalam keadaan miskin, matikan aku dalam keadaan miskin. Dan kumpulkan aku dalam kelompok orang-orang miskin pada hari kiamat.”

      Delete

Post a Comment

Silahkan Berkomentar......