Susahnya anak muda berbisnis di Indonesia
Majunya sebuah bangsa salah satunya di tentukan dari banyaknya penduduk yang menjadi pengusaha sebesar 2% dari seluruh jumlah penduduk, kenyataannya di Indonesia hanya 0.18 persen yang menjadi Entrepreuner, bandingkan dengan Amerika yang 11.5 persen atau Singapura 7.2 persen. Karena itu tidak berlebihan Indonesia sangat mengharapkan lahirnya para Entrepreuner generasi muda yang bisa menjadi darah segar baru untuk menggerakkan ekonomi Indonesia di masa depan nanti.
Kebanyakan dari mereka merupakan sosok-sosok yang mencoba merangkul teknologi terdepan, coba tengok Satya Witoelar dan kawan kawan dengan Koprolnya yang telah bergabung ke Yahoo!, atau Andrew Darwis dkk pendiri Kaskus yang mulai menyamai Wikipedia dan Yahoo News, atau Detik.com yang merupakan Leader Situs Berita di Indonesia. Kalau di tingkat dunia kita nama Bill Gates (Microsoft), Steve Jobs (Apple), Sergey Brin dan Larry Page (Google), Michael Dell (Dell) yang telah berbisnis sejak muda, bahkan Mark Zuckerberg (Facebook) di usia 25 tahun telah masuk dalam deretan orang terkaya di Dunia.
Di Indonesia Pengusaha muda hanya terlihat keren di Sinetron, Muda, Ganteng, Berkemeja klimis, pake BB, Mobil Sedan dan Keren. Tapi kenyataan anak muda Indonesia kebanyakan ogah menjadi pengusaha. Mereka lebih memilih jalur hidup yang aman dan menjadi pegawai. Menurut data HIPMI (Himpunan Pengusaha Muda Indonesia) dari total 70 juta anak muda di Indonesia, diperkirakan hanya 10 persen yang berminat ber wirausaha. Selebihnya memilih ke bursa lapangan kerja. Padahal, pertumbuhan ekonomi yang 5% - 6% tidak cukup untuk menciptakan lapangan kerja bagi 40 juta penganggur saat ini. Kita ketinggalan di banding negara tetangga Asia lain. Di Malaysia, 22% pemuda berminat menjadi pengusaha. di Thailand 30% dan Taiwan 34%.
Lantas apa yang menurunkan minat anak muda menjadi wirausaha, menurut saya mungkin yang
pertama di Indonesia Pengusaha belum dianggap sebagai profesi yang glamour. Banyak anak muda lebih ingin menjadi pegawai negeri, swasta, tentara, dan lain-lain.
pertama di Indonesia Pengusaha belum dianggap sebagai profesi yang glamour. Banyak anak muda lebih ingin menjadi pegawai negeri, swasta, tentara, dan lain-lain.
Kedua, kebanyakan mereka takut mengambil resiko, padahal dalam hidup, kita selalu mengambil resiko, sewaktu Ibu kita melahirkan kita ada resiko hidup atau mati, lalu saat kita Bayi ada resiko sakit atau sehat, bahkan ketika besar pun setiap hari kita pergi selalu ada resiko keselamatan diri di Jalan. Saya dulu pernah kerja di Perusahaan Asing di bidang Internet dan dotcom. Dulu saya beranggapan ada Safety karena tiap bulan pasti ada pemasukan. Pada akhir tahun insyaallah saya akan dapat bonus. Ketika akhirnya perusahaan tempat saya bekerja di likuidasi, saya baru sadar bahwa sebetulnya banyak hal di luar kontrol saya. Meski kita merupakan salah satu leader di kantor, resiko di PHK tetap ada.
Ketiga, Semua tahu Iklim berbisnis di Indonesia tidak mendukung anak muda menjadi pengusaha. Kebanyakan Anak muda yang terjun ke dunia bisnis terbesar adalah di bidang IT, tapi kita semua tahu bahwa dari segi infrastruktur telekomunikasi dan penetrasi IT, Indonesia paling tertinggal di Asia Tenggara. Misalnya Lambatnya mutu Koneksi Internet di Indonesia dibanding sama Malaysia apalagi Singapura, atau seberapa banyak rumah yang ada komputernya apalagi terhubung ke Internet, ditambah lagi sikap Pemerintah yang cenderung lelet dalam membangun infrastruktur Internet, jadi gak heran kalau kita ketinggalan jauh sama Malaysia dan Singapura dalam hal Bisnis IT.
Kemudian masalah perijinan bisnis di Indonesia, rata rata dibutuhkan waktu 97 hari untuk mendirikan perusahaan baru, coba pikir tiga bulan mau buka usaha orang gak makan. Idealnya khan proses dari ide menjadi realisasi tidak terlalu panjang, misalnya 30 hari, dengan begitu pengusaha bisa bergerak cepat. Kita bandingkan dengan Taiwan, pada setiap kelulusan universitas, biasanya 34 dari 100 orang memilih jadi pengusaha. Pemerintah Taiwan cepat menangkap potensi ini. Mereka menyediakan lembaga permodalan. Alasannya, pengusaha pemula sulit mencari modal langsung ke Bank mengingat mereka belum punya rekam jejak. Mereka juga tak punya jaminan. Jadi pemerintah yang memfasilitasi anak muda yang mau menjadi pengusaha, termasuk menyediakan tempat berusaha. Juga di baju_melayu6Malaysia, Sarjana yang ingin menjadi pengusaha tinggal mendaftarkan diri ke Bank dengan membawa ijazah mereka. Setelah melalui proses tertentu, mereka yang lulus diberi 100.000 ringgit dan ruko untuk berusaha. Di Indonesia, orang yang baru memulai bisnis umumnya harus punya uang dulu, entah hasil tabungan atau dana dari orang tua dan saudara, jadi kalau gak punya duit..yah Ke Laut aja deh.. Makanya gak usah heran profil kebanyakan pengusaha muda Indonesia adalah anak pejabat dan anak pengusaha besar, karena mereka punya fasilitas, tapi umumnya yang lebih banyak berhasil sukses adalah orang-orang yang sejak bersekolah telah memutuskan untuk menjadi pengusaha, rencana kelompok tipe ini lebih terprogram dan terarah. Dan profil terakhir adalah mereka awalnya pegawai, karena merasa tak puas atau PHK banting setir menjadi pengusaha. Di satu sisi perhatian Pemerintah lewat Departemen Koperasi dan UKM terhadap pengusaha muda cenderung hanya menjalankan program program sporadis. Bahkan Sampai saat ini DepKop belum berhasil menumbuhkembangkan UKM, mulai dari kecil menjadi menengah dan kemudian menjadi besar, ini lantaran semuanya tidak terkoordinasi dengan baik. Saya lihat pengembangan UKM sebatas jargon politik. Pengusaha muda yang seharus menjadi tulang punggung ekonomi merasa perhatian Pemerintah sangat minim. Hal tersebut berakibat banyak UKM di Indonesia yang lebih banyak ke sektor Informal dan serabutan, banyak UKM yang tidak berbadan hukum. Bagaimana bisa menjadi pengusaha besar kalau PT saja tak punya, dan itupun makan biaya banyak dan waktu yang lama.
Kemudian masalah perijinan bisnis di Indonesia, rata rata dibutuhkan waktu 97 hari untuk mendirikan perusahaan baru, coba pikir tiga bulan mau buka usaha orang gak makan. Idealnya khan proses dari ide menjadi realisasi tidak terlalu panjang, misalnya 30 hari, dengan begitu pengusaha bisa bergerak cepat. Kita bandingkan dengan Taiwan, pada setiap kelulusan universitas, biasanya 34 dari 100 orang memilih jadi pengusaha. Pemerintah Taiwan cepat menangkap potensi ini. Mereka menyediakan lembaga permodalan. Alasannya, pengusaha pemula sulit mencari modal langsung ke Bank mengingat mereka belum punya rekam jejak. Mereka juga tak punya jaminan. Jadi pemerintah yang memfasilitasi anak muda yang mau menjadi pengusaha, termasuk menyediakan tempat berusaha. Juga di baju_melayu6Malaysia, Sarjana yang ingin menjadi pengusaha tinggal mendaftarkan diri ke Bank dengan membawa ijazah mereka. Setelah melalui proses tertentu, mereka yang lulus diberi 100.000 ringgit dan ruko untuk berusaha. Di Indonesia, orang yang baru memulai bisnis umumnya harus punya uang dulu, entah hasil tabungan atau dana dari orang tua dan saudara, jadi kalau gak punya duit..yah Ke Laut aja deh.. Makanya gak usah heran profil kebanyakan pengusaha muda Indonesia adalah anak pejabat dan anak pengusaha besar, karena mereka punya fasilitas, tapi umumnya yang lebih banyak berhasil sukses adalah orang-orang yang sejak bersekolah telah memutuskan untuk menjadi pengusaha, rencana kelompok tipe ini lebih terprogram dan terarah. Dan profil terakhir adalah mereka awalnya pegawai, karena merasa tak puas atau PHK banting setir menjadi pengusaha. Di satu sisi perhatian Pemerintah lewat Departemen Koperasi dan UKM terhadap pengusaha muda cenderung hanya menjalankan program program sporadis. Bahkan Sampai saat ini DepKop belum berhasil menumbuhkembangkan UKM, mulai dari kecil menjadi menengah dan kemudian menjadi besar, ini lantaran semuanya tidak terkoordinasi dengan baik. Saya lihat pengembangan UKM sebatas jargon politik. Pengusaha muda yang seharus menjadi tulang punggung ekonomi merasa perhatian Pemerintah sangat minim. Hal tersebut berakibat banyak UKM di Indonesia yang lebih banyak ke sektor Informal dan serabutan, banyak UKM yang tidak berbadan hukum. Bagaimana bisa menjadi pengusaha besar kalau PT saja tak punya, dan itupun makan biaya banyak dan waktu yang lama.
Karena itu gak heran kalau peringkat Indonesia dalam hal kemudahan berbisnis untuk para UKM lokal sangatlah buruk. Peringkat RI dalam kemudahan berbisnis untuk UKM lokal bahkan hampir sejajar dengan negara-negara kecil di Afrika.
Indonesia tercatat hanya berada di peringkat ke-121 dalam hal kemudahan berbisnis untuk wiraswasta lokal berdasarkan pemeringkatan ‘Doing Business 2011′. Peringkat ini berarti turun, karena untuk ‘Doing Business 2010′, Indonesia ada di peringkat 115.
Dari 9 penilaian ‘Doing Business 2011′, Indonesia tercatat mengalami penurunan paling buruk dari sisi akses kredit. Sementara poin yang membaik adalah permulaan bisnis.
Tapi seiring dengan perkembangan Internet di Indonesia, kondisi ini justru membuat tumbuhnya Usahawan Muda berbasis IT Indonesia, mereka makin kreatif dengan mengembangkan jasa IT seperti Jasa Integrasi dan konsultasi, hosting untuk e-commerce dan jasa informasi on line atau Web Service. Sejalan dengan itu toko toko online lokal Indonesia pun kian banyak. Iklim Bisnis di Indonesia juga memicu berkembangnya bisnis yang menyediakan infrastruktur alternatif untuk kebutuhan Koneksi Internet seperti BIGNET atau BIZNET.
Memang yang berkembang belakangan ini justru bisnis berbasis IT yang lebih mengandalkan kekayaan kreativitas. Ada pergeseran dari padat modal ke padat otak. Ini, misalnya terlihat makin berkembang software House kecil-kecilan seperti di Bandung, hingga di Juluki Bandung High Valley, jasa konsultasi dan pelatihan TI (Inixindo), bisnis content provider dan media online (Detik.com), pembuat aplikasi multimedia (Edukasi), dan jejaring Sosial (Koprol dan fupei).
Dari semua contoh usahawan IT yang disebut di atas jelas munculnya pebisnis muda IT yang berskala Regional dan Internasional makin di pelupuk mata, tapi memang harus di dukung semua pihak agar mereka yang sekarang relatif baru dan kecil akan menjadi pebisnis berskala regional atau internasional dalam kurun 5-10 tahun mendatang. Karena Mereka tidak di dukung saja bisa bertahan dan berkembang dengan baik , apalagi kalau Pemerintah Indonesia mengikuti jejak Taiwan dan Malaysia dalam memberikan dukungan.. bisa di bayangkan….. Hidup IT Indonesia
Sumber Asrul.Blogdetik.com
Untuk tambahan informasi terkait postingan di atas bisa juga lihat di link : http://pena.gunadarma.ac.id/seberapa-susah-berbisnis-di-indonesia/
ReplyDelete