Suara Gemuruh di Ponorogo di Jawab BMKG
jika dalam beberapa minggu ini warga ponorogo diresahkan dengan adanya suara suara gemuruh yang tiap malam terdengar keras ternyata suara gemuruh tersebut juga sudah terjadi di trenggalek dalam kurun 4 minggu ini
Surabaya - Warga beberapa kecamatan di Ponorogo yang tinggal di dekat Gunung Wilis merasa resah dan was-was selama 3 minggu belakangan ini. Pasalnya, warga merasa sangat terganggu dengan suara gemuruh dan dentuman yang tidak jelas berasal dari mana. Suara menggelegar itu didengar dan
dirasakan warga setiap hari.
"Suaranya seperti suara gemuruh petir yang menggelegar. Sebenarnya suaranya
sampai ke Kota Ponorogo yang berjarak 40 km dari Gunung Wilis. Tetapi kami yang
berada di 3 kecamatan yang paling merasakan,"kata salah satu warga Kecamatan
Sooko, Didit Setiyono, saat dihubungi detiksurabaya.com, Sabtu (19/2/2011).
Suara itu, kata Didit, tidak hanya terdengar saja, tetapi juga dirasakan warga dalam bentuk getaran khususnya terhadap warga di Kecamatan Pudak yang lokasinya paling dekat dengan Gunung Wilis. Getaran tersebut mampu menggetarkan kaca-kaca rumah penduduk. Hal itu diakui oleh Narti, salah seorang warga Desa Bandarejo, Kecamatan Pudak yang terkadang harus tidur di dekat pintu keluar atau teras untuk berjaga-jaga.
"Semuanya kita serahkan pada yang diatas. Itu untuk antisipasi saja," ujar Narti.
Adanya gangguan suara itu, kata Narti, belum mendapat tanggapan dari Pemkab Ponorogo. Baik Didit dan Narti menyesalkan sikap Pemkab tersebut yang tidak
memberitahukan informasi apa-apa ke warga sehingga berita yang jadi simpang
siur.
Jadinya, warga menduga jika suara gemuruh tersebut berasal dari Gunung Wilis yang sedang beraktivitas. Gunung itu sendiri menurut Didit sudah lama tidak beraktivitas. Aktivitas terakhir Gunung Wilis adalah di tahun '70 an atau lebih dari 40 tahun yang lalu.
"Setidaknya pemkab bisa memberitahukan kepada kami apa yang terjadi. Misalnya
jika benar itu dari Gunung Wilis, setidaknya kami diberitahu statusnya," tandas Didit.
Surabaya - Warga beberapa kecamatan di Ponorogo yang tinggal di dekat Gunung Wilis merasa resah dan was-was selama 3 minggu belakangan ini. Pasalnya, warga merasa sangat terganggu dengan suara gemuruh dan dentuman yang tidak jelas berasal dari mana. Suara menggelegar itu didengar dan
dirasakan warga setiap hari.
"Suaranya seperti suara gemuruh petir yang menggelegar. Sebenarnya suaranya
sampai ke Kota Ponorogo yang berjarak 40 km dari Gunung Wilis. Tetapi kami yang
berada di 3 kecamatan yang paling merasakan,"kata salah satu warga Kecamatan
Sooko, Didit Setiyono, saat dihubungi detiksurabaya.com, Sabtu (19/2/2011).
Suara itu, kata Didit, tidak hanya terdengar saja, tetapi juga dirasakan warga dalam bentuk getaran khususnya terhadap warga di Kecamatan Pudak yang lokasinya paling dekat dengan Gunung Wilis. Getaran tersebut mampu menggetarkan kaca-kaca rumah penduduk. Hal itu diakui oleh Narti, salah seorang warga Desa Bandarejo, Kecamatan Pudak yang terkadang harus tidur di dekat pintu keluar atau teras untuk berjaga-jaga.
"Semuanya kita serahkan pada yang diatas. Itu untuk antisipasi saja," ujar Narti.
Adanya gangguan suara itu, kata Narti, belum mendapat tanggapan dari Pemkab Ponorogo. Baik Didit dan Narti menyesalkan sikap Pemkab tersebut yang tidak
memberitahukan informasi apa-apa ke warga sehingga berita yang jadi simpang
siur.
Jadinya, warga menduga jika suara gemuruh tersebut berasal dari Gunung Wilis yang sedang beraktivitas. Gunung itu sendiri menurut Didit sudah lama tidak beraktivitas. Aktivitas terakhir Gunung Wilis adalah di tahun '70 an atau lebih dari 40 tahun yang lalu.
"Setidaknya pemkab bisa memberitahukan kepada kami apa yang terjadi. Misalnya
jika benar itu dari Gunung Wilis, setidaknya kami diberitahu statusnya," tandas Didit.
Sementara Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Bandung
mengatakan apa yang terjadi di Ponorogo sama dengan suara gemuruh di Trenggalek. Suara gemuruh dan dentuman tersebut bukanlah gempa vulkanik dan tektonik, melainkan sebuah dampak dari terjadinya pergerakan tanah lambat atauistilah teknisnya 'kriting'.
"Itu adalah gesekan antara tanah dengan kelembapan tinggi karena air hujan, dengan lapisan dalam yang kedap air. Gesekan dan gerakannya sangat lambat, makanya disebut pergerakan tanah lambat dan getarannya tidak begitu keras," ujar Kepala PVMBG, Surono.
Kejadian itu, kata Surono, biasanya akan selalu terjadi saat musim penghujan dan akan berhenti dengan sendirinya saat kemarau tiba.
tapi musim seperti inikan gak hanya sekali ini saja, tahun2 lalu pada musim seperti ini kok ndak ada suara2 semacam itu???
ReplyDeletesemoga tidak terjadi bencana alam...
ReplyDeletedunia sudah smakin tua ya???? ms ,,, tkeran link bleh pa tdak??? link anda sdah sy pasang,.,
ReplyDeleteapa yang sebenarnyaterjadi dengan ponorogo?
ReplyDeletesemoga indonesia bebas dr sgla mcam bencana alam..
ReplyDeleteamin....
nice info, slam kenal www.hajarabis.com
sukses selalu..
follow my twitter @hajarabis
duh ga da hentina ni gemuruhna. Ciap2 gend0ng axel. Dy baru 8bulan.
ReplyDelete